Jumat 09 Nov 2018 19:45 WIB

Sri Mulyani: Komunikasi, Kunci Penting Pertahankan Investasi

Dunia pandang Indonesia berbeda dari negara berkembang lainnya yang cenderung rentan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Indira Rezkisari
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Menteri Keuangan Sri Mulyani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, kunci terpenting dalam menarik dan mempertahankan investasi asing di Indonesia adalah komunikasi dengan investor luar. Khususnya, menjelaskan bahwa Indonesia memiliki fondasi perekonomian yang kuat sehingga investor asing tak perlu takut menanamkan modalnya.

Sri menjelaskan, persepsi perekonomian Indonesia sepanjang 2018 menunjukkan kekuatan dalam fondasinya. Pertumbuhan ekonomi berada di atas lima persen, inflasi tetap terjaga rendah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan postur sehat dan kredibel.

Kemudian, Sri menambahkan, belanja pemerintahan juga produktif yang diiringi kemajuan sektor riil. Apabila dilihat penerimaan pajak pun masih baik dengan double digit. "Fondasi-fondasi ini yang penting dikomunikasikan," ujarnya ketika ditemui di sela acara Pajak Bertutur di Jakarta, Jumat (9/11).

Sri menjelaskan, Indonesia kemarin sempat terpicu dengan adanya massive capital outflow ke Amerika. Tapi dengan perkembangan politik, ia berharap akan ada rasionalisasi dari pelaku ekonomi global.

Sri menuturkan, dunia internasional melihat Indonesia berbeda dari negara berkembang lainnya yang cenderung rentan terhadap dinamika ekonomi dan politik global. Salah satunya adalah investor Australia yang melihat dan mendengar Indonesia sebagai negara kuat. "Mereka memandang kita beda dengan negara yang dianggap rapuh," ucapnya.

Saat berkunjung ke Singapura, Sri juga mendapat sambutan positif. Pelaku ekonomi di sana melihat angka-angka ekonomi Indonesia tergolong baik dan tidak patut dikategorikan sebagai negara rentan.

Semakin Indonesia berkomunikasi, Sri berharap, pelaku ekonomi regional akan semakin menyadari potensi besar Indonesia. "Ketika mereka sudah rasional, kita akan dapatkan apa yang disebut capital inflow yang lebih produktif. Tapi, kita tetap harus hati-hati karena suasana politik global akan tetap cair," tuturnya.

Sri menjelaskan, poin penting saat ini yang harus dilakukan adalah fleksibilitas dan kemampuan untuk menyerap. Ini akan dilakukan Kemenkeu bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia sebagai pengelola kebijakan ekonomi.

Di antaranya, bagaimana APBN mampu fleksibel dan menyerap ketika terjadi guncangan. Perbankan juga harus mampu menyesuaikan saat ada goncangan itu. "Kita terus melihat bagaimana perekonomian kita fleksibel dan memiliki daya tahan dalam absorb shock, tapi di sisi lain tetap maju. Jadi kita steady tapi kenyal," ujar Sri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement