Kamis 14 Jan 2016 07:27 WIB

Menjadi Agen Rp 100 Juta

Agen asuransi sedang memasarkan produknya (ilustrasi)
Foto: protekita.com
Agen asuransi sedang memasarkan produknya (ilustrasi)

Oleh A Syalaby Ichsan (Wartawan Republika).

Jangan heran jika ada agen asuransi yang bisa mendapatkan pendapatan hingga Rp 2 miliar per tahun. 

REPUBLIKA.CO.ID,  Di tengah lesunya perekonomian sepanjang tahun lalu, jumlah agen asuransi tetap tumbuh. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat  terjadi peningkatan jumlah agen di atas 20 persen hingga akhir 2015. Artinya, sudah lebih dari setengah juta agen asuransi (di luar bank) yang mengais rezeki dari industri keuangan ini.  

Pada tahun ini, profesi sebagai agen pun tetap menjanjikan. Tidak tanggung-tanggung, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencanangkan program 10 juta agen asuransi jiwa yang menyasar mahasiswa, ibu rumah tangga, hingga kalangan wiraswasta. 

Fitriana menjadi saksi nyata geliat pertumbuhan agen asuransi. Sudah delapan tahun dia menjadi agen pemasaran di sebuah perusahaan asuransi swasta ternama di negeri ini. Kegigihannya pun berbalas. Saat ini, dia menduduki posisi sebagai agency manager dengan pendapatan lebih dari Rp 100 juta. 

"Waktu mulai sih saya ditolak terus. Tiga bulan tanpa nasabah sampai ngerasa hopeless,"ujarnya saat berbincang dengan Republika, Jumat (8/1). Saat menjadi agen asuransi, Fitriana masih menjadi karyawan di salah satu bank BUMN. Menjadi pegawai bank dengan jam kerja kantoran membuatnya kesulitan untuk mengurus keluarga. Terlebih, dia masih harus mencari pekerjaan sampingan untuk menambal biaya kebutuhan rumah tangga. 

Fitriana pun diperkenalkan dengan dunia agen asuransi dari saudaranya. Merasa tertantang, mantan customer service lantas bergerilya. Semua relasi dari tetangga, teman kuliah, teman sekantor menjadi target presentasi. Hasilnya nihil pada bulan pertama. Fitriana tak mendapat satu pun nasabah. 

Pernah satu kali dia langsung melakukan presentasi kepada tetangganya tanpa basa-basi. Fitriana memaparkan tentang skema premi dengan iming-iming klaim kesehatan yang besar. Berulang kali dia memaparkan tentang pentingnya asuransi kepada tetangga tersebut. Alih-alih tertarik, tetangga ini terang-terangan menolaknya kembali datang. 

Kegagalan demi kegagalan terus membuatnya  belajar. Perlahan, dia mulai mengubah strategi. Fitriana yang kini menjadi warga di salah satu kompleks elite di Bekasi pun melakukan pendekatan emosional sebelum presentasi. Dia akan mengenali terlebih dahulu tipikal dan apa kebutuhan calon nasabah yang diincarnya. Profesi calon nasabah apakah karyawan atau pengusaha juga menjadi pertimbangan Fitriana dalam mengenali targetnya.  

Strategi itu pun membuahkan hasil. Pada bulan ketiga, Fitriana mendapat seorang nasabah dengan premi Rp 500 ribu. "Dari situ alhamdulillah ada aja yang mau jadi nasabah saya,"katanya. 

Fitriana beruntung. Suaminya, Erwin Sunanto juga memiliki ketertarikan yang sama pada dunia asuransi. Jadilah mereka pasangan agen penakluk calon nasabah. Adanya suami yang seprofesi membuatnya punya tempat untuk berbagi. Pasangan ini pun rajin berdiskusi untuk menyusun strategi perluasan nasabah baru. 

Hingga akhir 2007, Fitriana mampu menaklukkan 50 nasabah baru. Dengan prestasi itu, dia memenuhi syarat untuk menjadi salah satu leader yang membawahi sekitar 25 agen. Pendapatan yang terus bertambah membuatnya mengundurkan diri dari bank. Mulai awal 2008, Fitriana pun fokus menjadi agen asuransi. "Menjadi agen jam kerja saya lebih lapang. Apalagi saya ke kantor cuma dua kali seminggu,"katanya. 

Saat ini, Fitriana sudah membawahi puluhan leader dengan mengelola seribuan nasabah. Pendapatannya pun melonjak hingga lebih dari Rp 100 juta per bulan. Padahal, Fitriana hanya mampu meraih income Rp 6 juta pada tahun pertamanya sebagai agen. Meski demikian, dia tak mau larut dalam kesuksesan. Dia sadar banyak kompetitor lain berlomba untuk meraup nasabah baru. Kerja keras dan cerdas dilakukannya untuk unggul dalam persaingan. 

Dia pun mengungkapkan kunci sukses untuk terus mendapatkan nasabah. Agen harus mendapat kepercayaan dari calon nasabahnya. "Yang penting itu kepercayaan. Karena agen itu yang dilihat personal, brand belakangan,"katanya.  

Menjadi pengusaha

Plt Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengungkapkan, profesi agen asuransi berbeda dengan karyawan. Menurutnya, seorang agen lebih cocok disebut sebagai pengusaha. Agen harus mandiri untuk merekrut nasabah sebanyak-banyaknya. "Siapa pun bisa menjadi agen. Dari tukang ojek sampai dokter,"kata Togar saat berbincang dengan Republika, Selasa (12/1) lalu. 

Menurutnya, seorang agen bisa mendapat komisi sekitar 30 persen dari premi. Karena itu, Togar menjelaskan, jangan heran jika ada agen yang bisa mendapatkan pendapatan hingga Rp 1 miliar-Rp 2 miliar per tahun. Pendapatan agen  tidak mengenal batas atas. Setiap agen bisa menghasilkan income sebanyak-banyaknya. Bergantung pada kinerja agen tersebut di lapangan. "Batasnya langit,"jelas Togar. 

Meski begitu, Togar menjelaskan, tidak sedikit agen asuransi yang gagal mendapatkan nasabah. Dia mengungkapkan, butuh strategi dan upaya keras  untuk menjadi agen yang sukses. Apalagi agen bukan sekadar mencari tetapi harus mampu merawat hubungan dengan nasabah. Karena itu, kata dia, agen akan lebih  sukses jika berkomitmen  kerja fulltime ketimbang paruh waktu. 

Togar menegaskan, Agen pun harus bekerja sesuai dengan aturan. Menurutnya, sudah ada Peraturan OJK tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Penjualan produk keuangan diatur dalam beleid tersebut. Termasuk rambu-rambu untuk menjual premi asuransi. Nasabah juga bisa langsung mengadu ke otoritas terkait jika merasa terganggu dengan cara kerja agen.

Dia pun memberi resep untuk agen pemula. Langkah pertama, seorang agen harus memahami betul produk yang hendak dijualnya. U/ntuk itu, Togar merekomendasikan supaya membeli terlebih dahulu polis asuransi. "Enggak harus yang mahal. Kalau dia punya polis kan dia mengerti do don't nya,"kata Togar. 

Berikutnya, Togar mengungkapkan, hindari rasa minder. Seorang agen yang baik harus menyatakan dengan lugas dan jelas produk yang hendak dipasarkannya. Hanya, dia menyarankan, sebagai langkah awal, agen yang baru mulai sebaiknya didampingi leader. Agen itu  pun dapat memperhatikan presentasi leader nya sehingga mengetahui bagaimana presentase produk asuransi yang baik. "Karena kalau sendiri mentok sedikit nyungsep enggak balik-balik,"tambahnya.

Togar menilai profesi agen bisa menjadi solusi menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Apalagi Badan Pusat Statistik (BPS) melansir tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2015 mencapai 7,56 juta orang. Jumlah ini bertambah 320 ribu orang dari Agustus 2014. 

Di sisi lain, jumlah agen asuransi terus tumbuh. Pada akhir 2015, dia mencatat sebanyak 512.657 agen pemasar yang bergerak di industri asuransi jiwa. Angka ini tumbuh lebih dari 20 persen ketimbang tahun lalu. Togar pun optimistis, target 10 juta agen asuransi yang dicanangkan OJK bisa direalisasi dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap asuransi. Agen asuransi pun bisa menjadi lapangan kerja baru yang bisa digeluti siapa pun.

Meski peminat agen asuransi terus bertambah, Togar menjelaskan, peluang untuk menjadi agen baru masih sangat terbuka. Hingga kuartal 3 tahun 2015, dia menjelaskan, terdapat 16,74 juta polis asuransi yang berhasil dijual secara ritel. Jumlahnya meningkat 10 persen dibanding tahun lalu. Dilihat dari angka tersebut, kata dia, persentase jumlah polis masih relatif kecil ketimbang total penduduk di Indonesia yang mencapai lebih dari 250 juta jiwa. "Peluangnya ngablak,"katanya. 

Hadirnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pun dianggap bukan masalah. Dia menjelaskan, porsi asuransi kesehatan hanya mengambil 5 persen dari total pasar asuransi jiwa. Menurutnya, perusahaan asuransi lebih fokus untuk mengejar laba dari unitlink dan asuransi tradisional. Terlebih, kinerja BPJS Kesehatan yang belum maksimal membuat produk asuransi kesehatan masih mampu menarik nasabah. 

Mengelola resiko

Perencana keuangan dari Tata Dana Consulting Diana Sandjaja menjelaskan, asuransi adalah salah satu cara untuk mengelola resiko di masa depan. Di dalam hidup seseorang, dia mengungkapkan, ada resiko-resiko yang dapat menggagalkan sebuah rencana keuangan. Contohnya resiko kematian pencari nafkah, kecelakaan, sakit, cacat, sakit kritis dan sebagainya.

Ketika kemungkinan resiko terjadi, efek finansial dari resiko tersebut dapat diminimalisir. Dengan demikian,  rencana keuangan bisa tetap berjalan. Untuk keluarga muda, Diana merekomendasikan agar memiliki polis asuransi jiwa untuk pencari nafkah utama. Kemudian, asuransi kesehatan untuk keluarga. 

"Setidaknya 10% dari penghasilan tahunan dapat disisihkan untuk membeli polis asuransi, dan yang diutamakan adalah asuransi jiwa untuk pencari nafkah utama dan asuransi kesehatan untuk keluarga,"ujarnya kepada Republika.

Menurutnya, asuransi tersebut bisa diperluas dengan asuransi sakit kritis, kecelakaan dan sebagainya. Asuransi kerugian untuk harta benda seperti rumah dan kendaraan juga dapat dipertimbangkan. Dengan catatan, calon nasabah melihat kebutuhan dan dana yang ada. 

Banyaknya agen pemasaran yang mempresentasikan penawaran asuransi harus dicermati dengan baik. Menurutnya, tidak semua orang membutuhkan asuransi. Dia menjelaskan, ada tiga syarat bagi seseorang untuk memiliki asuransi. Mempunyai tanggungan, memiliki penghasilan yang digunakan untuk menafkahi keluarga dan belum mempunyai aset yang dapat menggantikan penghasilan.

Dia meminta calon nasabah untuk memperhatikan  kebutuhan dan jenis asuransi yang ditawarkan.  Menurutnya, mereka harus memahami apakah yang dijanjikan agen memang tertulis di kontrak asuransi atau tidak. 

"Pahami isi polis dengan jelas, perhatikan batasan-batasan yang termasuk perlindungan atau pun yang tidak dijamin, karena memiliki asuransi belum tentu aman 100%. Ada batasan-batasan yang dijamin dan tidak dijamin,"katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement