REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK--Internet memang dianggap teritori serba cuma-cuma. Video gratis, berita gratis. Bahkan banyak alat-alat gratis seperti pengolah dokumen dan spreadsheets.
Namun tak semua orang keberatan untuk membayar, terutama di negara yang sudah sangat melek internet seperti di Amerika Serikat. Hampir dua pertiga pengguna dewasa internet di negara itu rela membayar untuk mengakses layanan online, demikian menurut survei terbaru Pew Internet.
Apakah orang akan membayar untuk tipe materi berbeda dalam web, ialah beberapa pertanyaan utama yang dihadapi perusahaan media di Abad ke-21.
Ketika orang-orang mulai mengalihkan perhatian ke internet dari cara konvensional untuk mendapat berita, perusahaan yang menyediakan berbagai media, mulai dari film, novel misteri tentu ingin memastikan mereka masih dibayar atas usaha mereka.
Jaringan TV besar misl ingin pemirsa membayar demi mendapat akses penuh ke episode tayangan favorit. Begitu pula perusahaan surat kabar, juga ingin pembaca mengeluarkan ongkos untuk setia berita yang mereka akses. Penerbit buku tak ketinggalkan menghendaki harga tinggi bagi setiap edisi digital atau rilis baru.
Hasil dari kajian Pew menunjukkan piliha membayar untuk isi online, paling tidak bukan ide yang sepenuhnya asing bagi sebagian orang. Sepertiga responden mengatakan mereka membayar untuk memperoleh musik digital yang mereka mau. Kondisi itu berlaku pula di bidang software.
Setelah itu menyusul aplikasi mobile untuk ponsel atau tablet di rasio 21 persen. Lalu responden yang mengeluarkan duit untuk game sebanyak 19 persen dan mereka yang membayar untuk surat kabar, majalah dan artikel jurnal di angka 18 persen.
Survei menemukan bahwa di antara orang-orang yang membayar untuk konten, pada umumnya mengeluarkan sekitar 10 dolar AS (Rp100 ribuan) per bulan. Hanya saja, bagi beberapa pengguna internet super kelas atas, rata-rata mengeluarkan kocek untuk konten sebesar $47 (Rp500 ribuan) per bulan. Itu sudah termasuk langganan dan akses terhadap file-file individu yang bisa diunduh
Survei itu dilakukan pada 28 Oktober hingga awal november lalu. Jumlah responden yang disertakan sebanyak 755 dengan marjin kesalahan sekitar 4 persen.