REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketidakcermatan menuangkan hasil notulensi rapat pembahasan anggaran dalam UU APBN tidak hanya terjadi pada kasus kenaikan tarif listrik. Namun masalah ini juga terjadi pada pencapaian target kemiskinan dan pengangguran.
Anggota Komisi XI DPR, Dolfie OFP, mengatakan sebelumnya Komisi XI dan pemerintah menyepakati bahwa pertumbuhan ekonomi harus berkualitas sehingga berdampak pada pengurangan kemiskinan dan pengangguran. Dalam pencapaian target pertumbuhan sebesar 6,4 persen, angka yang disepakati untuk pengurangan kemiskinan 11,5-12,5 persen sementara satu persen pertumbuhan ekonomi ditargetkan mampu menciptakan 400 ribu lapangan kerja baru.
Namun kenyataaannya target kemiskinan dan pengangguran itu tidak dimasukan dalam batang tubuh APBN. "Ada kasus lain, yaitu substansi penambahan yang tidak dicantumkan. Pembahasan di Komisi XI DPR menyepakati tambahan substansi tentang pertumbuhan yang berkualitas, tetapi belum dicantumkan," tegasnya.
Menurut Anggota Komisi XI lainnya, Arif Budimanta, APBN tidak akan konsisten dengan tujuannya jika tidak disertai pengurangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja. Bagaimanapun, anggaran negara merupakan salah satu instrumen penting dalam perekonomian.
Rapat paripurna akhirnya sepakat untuk mengakomodasi berbagai masukan tersebut. "Pasal 8 (2) b itu di-delete, di-drop, disetip, pokoknya begitu. Kemudian untuk norma-norma mengenai kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja disisipkan dalam batang tubuh," kata Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.