Kamis 30 Sep 2010 23:27 WIB

Hadapi Hot Money dengan Memperkuat Neraca Perdagangan

Rep: Teguh Firmansyah/ Red: Budi Raharjo
Dradjad Wibowo
Dradjad Wibowo

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Derasnya arus modal asing yang masuk ke surat hutang dalam negeri maupun pasar modal dapat menggerus cadangan devisa Indonesia jika terjadi pembalikan modal secara cepat.

Karena itu pemerintah harus memperkuat ekspor dan mengendalikan laju impor untuk menguatkan neraca perdagangan dan transaksi berjalan Indonesia.

"Pemerintah sebaiknya memperkuat terus ekspor dan kendalikan impor. Sehingga trade balance (neraca perdagangan) membaik. Trade Balance yang kuat bisa menjadi Buffer (bantalan) kalau ada sudden reversa/ atau (pembalikan modal)," ujar Ekonomi Drajad Wibowo, kepada Republika, Kamis (30/9).

Menurut Drajad, pemerintah jangan terkecoh oleh derasnya aliran modal asing ke pasar saham dan bonds (surat utang) akhir-akhir ini. Harus dilihat apakah arus modal jangka pendek yang masuk benar-benar karena fundamental ekonomi yang bagus. "Atau justru sebaliknya, arus modal jangka pendek itu yang lebih banyak mendorong perbaikan indikator makro terutama nilai tukar rupiah," ujarnya.

Memang penguatan nilai tukar rupiah, kata Drajad, menyebabkan inflasi bisa dapat lebih ditekan. "Sayangnya rendahnya inflasi itu banyak dipicu oleh pelemahahn dolar AS dan arus modal jangka pendek yang masuk," ucap dia.

Bantahan arus modal masuk karena fundamental ekonomi yang membaik juga dapat terlihat dari melemahnya neraca perdagangan Indonesia. Drajad menila trend penurunan trade balance beberapa bulan terakhir, bahkan sempat defisit, klaim bahwa arus modal tersebut masuk karena fundamental makro kuat jadi kurang valid.

Badan Pusat Statistik mencatat untuk pertama kalinya sepanjang tahun ini (Januari -Juli), neraca perdagangan Indonesia pada Juli mengalami defisit sebesar 128,7 juta dolar AS. Ekspor pada Juli mencapai 12,49 miliar dolar AS. Sementara nilai impor meroket hingga 12,62 miliar atau meningkat 7,32 persen dibanding Juni yang besar 11,76 miliar dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement