JAKARTA -- PT Garuda Indonesia menolak putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyatakan perseroan terbukti bersalah atas penerapan kartel fuel surcharge bersama sembilan maskapai penerbangan lainnya. VP Corporate Communication, PT Garuda Indonesia, Pujobroto mengatakan, mengingat putusan KPPU ini belum merupakan putusan final yang berkekuatan hukum tetap, maka Garuda akan mempelajari kemungkinan langkah hukum lebih lanjut.
Selama ini, lanjut dia, perseroan selalu menjunjung tinggi prinsip "good-corporate governance" dan supremasi hukum serta menghargai fungsi KPPU. "Perseroan secara tegas kami menolak putusan KPPU itu baik atas pertimbangan hukum maupun ekonomi," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (5/5).
Dia menjelaskan, putusan KPPU terhadap Garuda Indonesia tersebut didasarkan pada asumsi dan fakta serta data yang keliru dan tidak akurat. "KPPU menggunakan tabel data tahun 2006 - 2009 untuk analisa Garuda, sementara data yang kami beri ke KPPU hanya data tahun 2006 dan 2008 karena data 2009 masih belum diaudit," kata Pujobroto.
Selain itu, sambung dia, analisa dan uji statistik yang dilakukan oleh KPPU tidak sesuai karena hanya dua maskapai yang memberikan data lengkap dari 12 maskapai yang ada. "Penerapan 'fuel surcharge' lazim dilakukan di industri penerbangan di dunia dan diterapkan karena ada peningkatan harga bahan bakar minyak yang terjadi," papar Pujobroto.
Seperti diketahui, fuel surcharge bersifat fluktuatif dan merupakan upaya maskapai penerbangan mempersempit kesenjangan antara harga asumsi minyak yang ditetapkan dengan fluktuasi atau kenaikan harga minyak di pasar. Berdasar alasan itu, Garuda bersikeras penerapan fuel surcharge sama sekali bukan untuk mencari keuntungan, melainkan upaya untuk menutupi biaya bahan bakar.