Kamis 09 Feb 2023 09:34 WIB

Banyak Toko Tutup, Ini Tips Bisnis F&B

Banyak pengelola terlalu nyaman dengan ketenaran tanpa mau adaptasi.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Lida Puspaningtyas
Karyawan menyajikan makanan croffle di Toko Bakerman, Jakarta, Kamis (25/11/2021). Croffle merupakan jajanan kekinian perpaduan dua kudapan yakni croissant dan waffle yang belakangan menjadi viral di berbagai media sosial karena memiliki rasa yang gurih, empuk dan wangi.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Karyawan menyajikan makanan croffle di Toko Bakerman, Jakarta, Kamis (25/11/2021). Croffle merupakan jajanan kekinian perpaduan dua kudapan yakni croissant dan waffle yang belakangan menjadi viral di berbagai media sosial karena memiliki rasa yang gurih, empuk dan wangi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bisnis gerai makanan dan minuman tengah diterpa badai seiring persaingan yang makin ketat dan pola konsumen yang kian berubah. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memberikan sejumlah peringatan bagi para pelaku food and beverage atau F&B agar tetap dapat bertahan di era persaingan ketat.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengatakan, gerai F&B yang belakangan cukup akrab di kalangan konsumen rata-rata merupakan perusahaan rintisan atau start up yang masih berkembang.

Baca Juga

Namun, kesalahan sering terjadi ketika para pengelola terlalu nyaman dengan ketenaran produk tanpa terus melakukan adaptasi dan perubahan. Salah satunya seperti jaringan gerai Warunk Upnormal yang belakangan ramai diberitakan karena kian sepi dan menutup sejumlah tokonya.

"Ketika awalnya ramai seperti Upnormal, dengan (status) sebagai start up mereka mungkin sudah nyaman dengan masuknya modal ventura atau crowd funding, kemudian buka-buka (outlet) tapi pelayanan tidak dijaga," kata Roy di Hypermart Puri Indah, Jakarta, Rabu (8/2/2023) usai meninjau operasi pasar beras Bulog di retail modern.

Lebih lanjut, Roy mengatakan mereka yang banyak melakukan relokasi bisa jadi saat membuka gerai baru tidak memperhitungkan dengan matang pemetaan kompetisi serta faktor demografi dan populasi. Sementara itu, semakin banyak gerai-gerai baru yang tumbuh, bahkan jaringan bisni F&B ikut masuk ke pasar Indonesia.

"Contoh sekarang ada (es krim) Mixue, kemudian jadi sesuatu yang baru. Masyarakat kan mau sesuatu yang baru dan tren. Akhirnya (yang lama) ditinggalkan," kata Roy.

Lalu bagaimana agar tidak ditinggalkan konsumen? Ia membeberkan setiap pelaku usaha F&B harus selalu merubah model bisnisnya. Sebagai contoh, jika produk andalannya kopi, perlu membuat menu-menu baru yang menarik dan menjadi tren.

"Jadi, tutupnya F&B itu adalah suatu keniscayaan ketika tidak adaptif dan resilience. Perubahan itu bukan tahunan, tapi bulanan," tuturnya.

Ia menambahkan, prospek bisnis industri makanan dan minuman secara umum di tahun ini diyakini masih cukup positif. Aprindo mencatat, dari total pertumbuhan ekonomi 5,31 persen tahun 2022, sekitar 37,8 persen disumbang dari bisnis makanan dan miuman. Tahun ini, diperkirakan akan tembus hingga 40 persen.

Terlebih lagi, menjelang tahun politik dipastikan permintaan akan semakin meningkat. Itu berkaca dari Pemilu 2019 di mana para pelaku usaha makanan dan minuman kebanjiran order dari partai-partai politik untuk mencari simpati masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement