Sabtu 28 Jan 2023 15:22 WIB

Suku Bunga Rendah Picu Ledakan Properti di Afrika Selatan

Harga rumah turun selama pandemi dan karena penurunan suku bunga. 

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Fuji Pratiwi
Bendera Afrika Selatan. Ledakan pembelian properti tampaknya masih akan trus terjadi di Afrika Selatan (Afsel).
Foto: EPA
Bendera Afrika Selatan. Ledakan pembelian properti tampaknya masih akan trus terjadi di Afrika Selatan (Afsel).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ledakan pembelian properti tampaknya masih akan trus terjadi di Afrika Selatan (Afsel). Berdasarkan laporan Finder.com tentang proyeksi suku bunga acuan Bank Sentral Afrika Selatan (SARB), ledakan pembelian tidak akan melambat dalam waktu dekat.

Dalam laporan proyeksi tersebut, 59 persen panelis Finder mengatakan ledakan akan bertahan setidaknya satu tahun lagi, dengan 30 persen mengatakan tren akan berlanjut hingga akhir 2022, dan 29 persen mengatakan akan bertahan lebih lama lagi. Hanya tujuh persen atau dua panelis yang menilai pasar properti akan melambat pada November. Kepala Ekonom Alexander Forbes, Isaah Mhlanga, mengatakan ledakan itu akan berlangsung selama satu tahun lagi karena tingkat suku bunga acuan yang rendah secara historis.

Baca Juga

"Harga rumah turun selama pandemi dan karena penurunan suku bunga. Pemegang kebijakan moneter akan mulai menaikkan suku bunga pada 2022 sehingga meningkatkan biaya pembayaran utang dan mengurangi keterjangkauan dan permintaan properti," ujar Forbes dilansir dari Zawya pada Sabtu (28/1/2023).

Sementara 97 persen panelis memperkirakan tingkat suku bunga acuan akan bertahan pekan ini, beberapa panelis, termasuk kepala penelitian makro Standard Bank Afsel, Elna Moolman, yang mengatakan akan naik pada 2022.

"Kami melihat prospek inflasi cukup jinak bagi SARB untuk terus mendukung pemulihan ekonomi secara hati-hati. Dalam pandangan kami, SARB dapat dan harus menunda kenaikan suku bunga hingga 2022," ucap Moolman.

Kepala Ekonom Citadel Maarten Ackerman setuju bank harus menahan suku bunga sampai 2022. Baik Ackerman dan Moolman mengatakan lingkungan suku bunga saat ini memicu pasar properti.

"Kami berada di pasar pembeli dan dengan tingkat suku bunga saat ini yang terendah sepanjang waktu, lebih banyak konsumen dapat memasuki pasar," kata Ackerman.

Kepala Ekonom Investec, Annabel Bishop, berpendapat suku bunga akan bertahan pekan ini, tetapi kenaikan suku bunga apa pun tidak boleh terjadi hingga setidaknya pada 2023.

Bishop juga merupakan bagian dari mayoritas 54 persen yang mengatakan ledakan itu berdampak negatif pada pasar persewaan. Namun, 25 persen tidak menganggap ledakan itu berdampak negatif pada pasar persewaan dan tidak mengharapkannya. 

Direktur Pelaksana Four Rivers Lebohang Liepollo Pheko mengatakan pasar akan terus didukung oleh kaum muda dan pelajar. "Anak muda yang masih meniti tangga properti akan tetap menyewa karena merasa tidak yakin akan masa depan. Selain itu, angka pengangguran di kalangan calon pembeli yang bekerja di sektor rawan Covid-19 juga lebih ragu untuk membeli," kata Lebohang.

Faktor utama yang mencegah kenaikan suku bunga yang dikutip oleh panelis termasuk lambatnya pemulihan tingkat pekerjaan (62 persen), inflasi yang terkendali tahun ini (55 persen) dan kebijakan moneter AS yang akomodatif (45 persen).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement