Rabu 05 Oct 2022 12:53 WIB

DJP: 2.422 Wajib Pajak Ikuti Repatriasi Harta di Luar Negeri

Terdapat harta di luar negeri senilai Rp 60,07 triliun yang dilaporkan dalam PPS.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Seorang warga (kanan) dipandu mendaftarkan pajak secara daring oleh petugas pajak. ilustrasi
Foto: ANTARA/Indrayadi TH
Seorang warga (kanan) dipandu mendaftarkan pajak secara daring oleh petugas pajak. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 2.422 wajib pajak telah menjadi peserta program pengungkapan sukarela (PPS). Nantinya wajib pajak tersebut berkomitmen untuk melakukan repatriasi dana di luar negeri.

Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Aim Nursalim Saleh mengatakan pihaknya sudah mengirimkan email blast untuk mengingatkan wajib pajak, supaya segera mengirimkan bukti telah merepatriasi harta di luar negeri. Adapun bukti yang dimaksud Ditjen Pajak berupa bukti terima bank dalam negeri.

Baca Juga

“Akhir 30 September 2022 batas akhir penyampaian repatriasi wajib pajak. Kami sudah mendata terdapat sebanyak 2.422 wajib pajak yang mencontreng untuk mengikuti repatriasi,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (5/10/2022).

Berdasarkan data Ditjen Pajak, terdapat harta di luar negeri senilai Rp 60,07 triliun yang dilaporkan dalam program pengungkapan sukarela yang dijalankan mulai Januari sampai akhir Juni 2022 lalu.

Terdapat harta senilai Rp 16 triliun yang harus dipulangkan ke Indonesia. Harta yang dimaksud terdiri atas harta Rp 13,7 triliun yang direpatriasi, tetapi tidak diinvestasikan, dan harta senilai Rp 2,36 triliun yang direpatriasi dan diinvestasikan.

Bagi wajib pajak yang belum melakukan repatriasi harta di luar negeri sampai waktu yang ditentukan diwajibkan membayar Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Ditjen Pajak juga siap memberikan sanksi bagi wajib pajak yang enggan membawa pulang hartanya ke Indonesia usai mengikuti program pengungkapan sukarela. Sebelum memberikan sanksi, Ditjen Pajak akan menerbitkan surat teguran terlebih dahulu terhadap wajib pajak yang gagal melakukan repatriasi. 

“Ketika menerima surat teguran, wajib pajak diharapkan menyampaikan klarifikasi atau menyetorkan PPh final tambahan atas harta yang gagal direpatriasi. Jika tidak dipenuhi, DJP akan menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) terhadap wajib pajak,” ucapnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menambahkan, pemerintah membutuhkan data dari pihak perbankan guna mengetahui kepatuhan wajib pajak dalam melakukan repatriasi harta. "Kami harus mencari informasi yang sebanding dari perbankan yang menerima repatriasi peserta PPS. Kalau cash kan tidak ditenteng, pasti lewat bank," ucapnya.

Menurutnya setiap bulan pemerintah menerima data dari perbankan yang nantinya dapat dibandingkan dengan laporan dari wajib pajak terkait harta yang telah direpatriasi. Namun nilai yang telah direpatriasi, dia baru akan mengetahui nilainya setelah menerima laporan baik dari wajib pajak maupun bank penerima dana milik wajib pajak, sekitar satu bulan setelah batas akhir repatriasi harta peserta PPS.

“Kami mengingatkan wajib pajak yang melaporkan mau repatriasi dengan batas 30 September 2022 untuk melapor. Karena kami mesti cari data pembanding dari perbankan yang menerima repatriasinya dia,” ucapnya.

Namun, dari jumlah tersebut, Ditjen Pajak mengonfirmasi masih ada sejumlah wajib pajak yang belum melaksanakan repatriasi harta, meskipun secara angka tidak disebutkan detailnya. Ke depan pihaknya bakal terus memburu wajib pajak yang tidak melakukan repatriasi harta tepat waktu.

"Kalau masalah ternyata yang bersangkutan tidak melakukan repatriasi ya kita kirimkan klarifikasi. Kita tanya yang bersangkutan, kok tidak jadi repatriasi," ucapnya.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal menambahkan, pihaknya akan melakukan pemantauan dan menindaklanjuti wajib pajak yang masih membandel belum melaporkan hartanya.

"Bagi yang mengikuti kita sepakat ini akan terus ikut. Bagi yang tidak akan ditindaklanjuti. Kalau tidak, akan diperhitungkan PPh finalnya," ucapnya.

Adapun secara aturan, bila komitmen repatriasi harta tidak dipenuhi hingga batas waktu, terdapat sanksi berupa tambahan pajak penghasilan (PPh) final. Itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196 Tahun 2021. Peserta PPS pada kebijakan I yang gagal melakukan repatriasi harta akan dikenakan tambahan PPh final empat persen bila dibayar secara sukarela, dan 5,5 persen jika melalui penerbitan SKPKB.

Sementara bagi peserta PPS pada kebijakan II yang gagal melakukan repatriasi harta bakal dikenakan tambahan PPh final lima persen bila dibayar sukarela, dan 6,5 persen jika melalui penerbitan SKPKB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement