Kamis 21 Apr 2022 00:50 WIB

ALFI Usulkan Pemerintah Cabut Subsidi Solar

Antrean panjang solar bersubsidi berdampak terhadap terlambatnya pengiriman barang.

Foto udara sejumlah truk dan bus mengantre untuk mengisi bahan bakar solar bersubsidi di salah satu SPBU (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Mohamad Hamzah
Foto udara sejumlah truk dan bus mengantre untuk mengisi bahan bakar solar bersubsidi di salah satu SPBU (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mengusulkan agar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencabut subsidi solar untuk armada (truk) angkutan barang/kontainer logistik. Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) ALFI, Yukki Nugrahawan Hanafi di Jakarta, Rabu (20/4/2022), adanya subsidi pada solar justru membuat antrean panjang sehingga berdampak terhadap terlambatnya waktu pengiriman barang.

"Benar, kami sudah mengusulkan kepada Pemerintah. Kami melihat permasalahan ini selalu berulang dari tahun ke tahun. Bagaimana truk-truk pengangkut barang ini harus mengantre berjam-jam, bahkan seharian lebih hanya untuk mendapatkan solar bersubsidi. Dari tahun ke tahun selalu seperti itu. Artinya ada (kebijakan) yang salah," ujarnya melalui keterangan tertulis.

Baca Juga

Dengan harus antre demikian lama, lanjutnya, perusahaan logistik harus menanggung komplain dari pelanggan karena kiriman barang menjadi lebih lama sampai di tujuan.Selain itu, biaya logistik juga membengkak karena waktu pengiriman yang menjadi demikian lama, sehingga perusahaan logistik harus membayar demorage sebesar Rp650.000 per hari.

"Padahal solar (bersubsidi) itu hak kami, tapi sangat susah didapatkan. Berdasar informasi dari anggota kami di lapangan, ada indikasi solar bersubsidi ini justru diborong oknum tertentu untuk dijual ke industri perkebunan dan pertambangan yang harusnya mengkonsumsi Dexlite," tutur Yukki.

Dia menjelaskan, praktik penyelewengan di lapangan ini dapat terjadi lantaran adanya perbedaan mencolok antara harga solar non subsidi (Dexlite) yakni Rp12.150-Rp13.200 per liter dengan harga solar bersubsidi yang hanya Rp5.150 per liter.Dengan disparitas harga yang demikian tinggi, maka sangat berpotensi memunculkan spekulan atau tengkulak, tambahnya, dan pada akhirnya membuat kebijakan pemberian subsidi oleh pemerintah yang niatnya bagus, menjadi tidak tepat sasaran.

"Dari pemikiran itulah kami berkesimpulan, sebaiknya tidak usah ada lagi solar bersubsidi. Cukup ada satu jenis solar (dexlite) saja di SPBU. Dengan begitu bagi kami para pengusaha, justru ada kepastian," ujar Yukki.

Dikatakannya, usulan penghapusan BBM solar bersubsidi tersebut, merupakan pilihan sulit bagi ALFI dan seluruh anggota, sebab, mereka terpaksa harus menaikkan tarif pengiriman. Hal ini lantaran BBM merupakan komponen terbesar dalam struktur biaya angkutan barang.

"Tapi bagi kami itu lebih realistis. Ketimbang secara kebijakan seolah-olah ada subsidi tapi manfaatnya tidak sampai juga ke kami. Maka sebaiknya sekalian tidak perlu ada (solar bersubsidi) saja. Sekarang tinggal pemerintah seperti apa. Yang jelas usul sudah kami sampaikan, tinggal pemerintah yang memutuskan," tegas Yukki.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement