Jumat 15 Apr 2022 00:07 WIB

Asosiasi Pabrik Rokok Keluhkan Kenaikan Tarif Cukai Tiga Tahun Terakhir

Kenaikan cukai membuat volume produksi turun dan rokok ilegal semakin banyak.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Fuji Pratiwi
Pekerja menyortir rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di pabrik rokok (ilustrasi). Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mengeluhkan kenaikan tarif cukai yang dilakukan oleh pemerintah pusat selama tiga tahun terakhir.
Foto: Antara/Aji Styawan
Pekerja menyortir rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di pabrik rokok (ilustrasi). Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mengeluhkan kenaikan tarif cukai yang dilakukan oleh pemerintah pusat selama tiga tahun terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mengeluhkan kenaikan tarif cukai yang dilakukan oleh pemerintah pusat selama tiga tahun terakhir. Salah satu dampak yang dirasakan yaitu volume produksi menurun serta penyebaran rokok ilegal semakin banyak.

"Dampak kenaikan cukai tiga tahun berturut-turut sangat luar biasa," ujar Ketua GAPPRI Henry Najoan pada acara webinar nasional "Reorientasi kebijakan industri hasil tembakau (IHT) kepada kepentingan nasional dan merdeka dari intervensi asing" yang diselenggarakan Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Kamis (14/4/2022).

Baca Juga

Ia mengungkapkan, pada tahun 2020 tarif cukai naik sebesar 23,0 persen, tahun 2021 naik 12,5 persen dan tahun 2022 sebesar 12 persen. Kenaikan tarif cukai dinilai diatas nilai keekonomian.

Dengan kondisi tersebut, dampak yang dirasakan di lapangan yaitu terjadi kesenjangan harga rokok legal dan tidak legal sehingga menbuat peredaran rokok ilegal meningkat. Selain itu volume produksi menurun.

Henry menambahkan pihaknya khawatir dengan proses revisi peraturan pemerintah nomor 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Ia menyoroti salah satu pasal tentang kandungan bahan tambahan khususnya kretek apabila dilarang maka menjadi akhir rokok kretek.

"Kalau pemerintah merevisi (pasal) bahan tambahan, itu adalah akhir zaman dari rokok kretek di Indonesia. Rokok kretek berciri khas nusantara dan tidak dimiliki negara lain," kata Henry.

Ia mengatakan pihaknya berharap pemerintah melakukan strategi ekstra ordinary dalam pemberantasan rokok ilegal dan tidak melakukan revisi peraturan pemerintah nomor 109 tahun 2012. Selain itu memberikan perlakuan yang adil dan seimbang bagi industri hasil tembakau.

Sebab kontribusi pabrik rokok memberikan kontribusi sangat baik untuk pemerintah. Termasuk diantaranya menciptakan lapangan pekerjaan.

Sementara itu, pakar hukum internasional (HI) sekaligus Rektor Unjani Hikmahanto Juwana mendorong pemerintah untuk memperhatikan semua kepentingan pada industri hasil tembakau. Ia pun meminta agar regulasi yang berkaitan dengan industri hasil tembakau harus bebas dari kepentingan asing.

"Intinya kedaulatan kita harus kita rawat, kedaulatan jangan mudah dikikis, saya tahu banyak kepentingan (di industri hasil tembakau) tapi pemerintah harus memperhatikan semua kepentingan," ungkap Hikmahanto.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement