Rabu 02 Mar 2022 09:33 WIB

Valuasi Relatif Murah, Simak Rekomendasi Saham Properti yang Layak Dikoleksi

Performa emiten properti sampai kuartal III 2021 memberikan hasil yang sangat baik.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Investor memantau perdagangan saham melalui gawainya (ilustrasi). Analis menilai valuasi saham-saham properti di Indonesia saat ini sudah relatif murah.
Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA
Investor memantau perdagangan saham melalui gawainya (ilustrasi). Analis menilai valuasi saham-saham properti di Indonesia saat ini sudah relatif murah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis menilai valuasi saham-saham properti di Indonesia saat ini sudah relatif murah. Salah satunya termasuk valuasi saham milik pengembang properti berkonsep TOD, PT Adhi Commuter Properti Tbk (ADCP).  

Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan menyatakan, hal ini dapat  terlihat saat membandingkan nilai saham dengan nilai aset propertinya (Nett Asset Value/NAV). Saat ini rata-rata harga saham-saham properti telah mengalami diskon hingga 60 - 70 persen dari NAV. 

Baca Juga

Begitu juga dengan perbandingan harga saham terhadap nilai buku atau Price to Book Value (PBV) yang per akhir Januari rata-rata hanya 0,6 kali atau ter-discount 40 persen dari nilai bukunya. Menurut Marolop, dalam situasi pemulihan ekonomi saat ini, harga saham properti bisa dibilang masih tertinggal. 

“Apalagi kalau melihat performa emiten-emiten properti sampai kuartal III 2021  memberikan hasil yang sangat baik yang mengindikasikan pemulihan sektor properti,” kata Marolop, dikutip Rabu ( (2/3/2022). 

Dia menilai, khusus saham ADCP koreksi harga sebesar 23 persen dari harga IPO menjadi Rp 100 per saham dipengaruhi dinamika pascapencatatan yaitu aksi profit taking dan cut loss para investor melihat performa perdagangan di bursa yang tidak sesuai ekspektasi.

Berdasarkan perhitungan memakai PE Multiple dengan target manajemen untuk pertumbuhan laba bersih tahun 2021 sebesar 15 persen, maka nilai laba per saham (earning per share/EPS) perusahaan adalah Rp 7. 

Dengan demikian, rasio harga saham terhadap laba bersih per saham (price to earning ratio/PER) perusahaan adalah 15 kali, jauh di bawah rata-rata PER emiten properti per Januari 2022  sebesar 31 kali. Namun, rasio PBV tercatat 0,9 kali atau berada di atas PBV industri 0,6 kali.

"Mungkin nanti bisa dilihat juga untuk discount terhadap NAV-nya,” jelas Marolop.

Selain faktor pasar, Marlop melihat, ADPC sebagai anak usaha BUMN juga dinilai tidak bisa lepas dari sentimen perusahaan negara. Saat ini, eksposur BUMN belum menjadi katalis positif bagi saham BUMN. Banyak emiten-emiten BUMN dengan valuasi murah yang menunjukan penilaian kurang baik oleh pasar. 

Marolop menambahkan, tahun ini ADCP menargetkan marketing sales tumbuh double digit dan target tersebut didukung perbaikan permintaan di sektor properti yang sudah terlihat dan terus berlanjut. Termasuk didalamnya insentif, stimulus dan target realisasi LRT Jabodebek yang beroperasi di Agustus 2022 akan menjadi katalis positif bagi ADCP. 

Jika melihat pertumbuhan marketing sales 2021 dan 2022 masing-masing sebesar 46 persen dan 103 persen, laba bersih ADCP tahun ini diperkirakan bisa tumbuh di atas 30 persen dibandingkan target pertumbuhan 2021 sebesar 15 persen. "Meskipun belum disampaikan, besaran target pertumbuhan perusahaan tahun ini akan menjadi sentimen kuat bagi sahamnya," terang Marlop.

Berkaca dari situasi ini, menurut Marlop, aksi akumulasi beli saham-saham properti bisa menjadi pertimbangan yang baik untuk memanfaatkan momentum penurunan yang sedang terjadi saat ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement