Rabu 23 Feb 2022 07:18 WIB

Segudang Masalah Ekonomi dan Lingkungan Intai Pemindahan IKN

Pengamat minta Pemerintah tidak fokus pada pemindahan IKN yang sedot anggaran APBN

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Maket Istana Kepresidenan di Nusantara yang menjadi ibu kota negara baru yang sekarang masuk wilayah Sepaku, Kabupaten Penajam Passer Utara, Kalimantan Timur. Peneliti Indef, Dr Rizal Taufikurahman menilai, pembangunan IKN memiliki risiko cukup besar karena kondisi ekonomi Indonesia saat ini pada fase pemulihan pasca Covid-19. Ia merasa, pemerintah lebih baik fokus kepada pertumbuhan ekonomi.
Foto: Tangkapan layar
Maket Istana Kepresidenan di Nusantara yang menjadi ibu kota negara baru yang sekarang masuk wilayah Sepaku, Kabupaten Penajam Passer Utara, Kalimantan Timur. Peneliti Indef, Dr Rizal Taufikurahman menilai, pembangunan IKN memiliki risiko cukup besar karena kondisi ekonomi Indonesia saat ini pada fase pemulihan pasca Covid-19. Ia merasa, pemerintah lebih baik fokus kepada pertumbuhan ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dilihat dari perspektif politik ekonomi maupun lingkungan, pemindahan ibu kota negara (IKN) masih menjadi perdebatan. Belum lagi aspek-aspek lain yang bukan tidak mungkin cuma pindahkan permasalahan dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Peneliti Indef Dr Rizal Taufikurahman menilai, pembangunan IKN memiliki risiko cukup besar karena kondisi ekonomi Indonesia saat ini pada fase pemulihan pasca Covid-19. Ia merasa, pemerintah lebih baik fokus kepada pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga

Jangan terganggu pembangunan IKN yang menyedot jumlah anggaran yang cukup banyak dari APBN. Tahun ini merupakan momentum untuk memulihkan ekonomi dan tidak bisa ditunda 2023 karena tahun depan fokus nasional sudah mulai beralih isu politik.

Apalagi, sebagai tahun pembuka persaingan politik nasional menyambut pemilihan presiden 2024. Ia menekankan, wacana pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui pemindahan IKN ini tidak bisa langsung tercapai karena beberapa halangan.

Salah satunya, keterhubungan Kalimantan Timur dengan berbagai daerah di Indonesia yang belum maksimal baik dari segi suplai maupun tuntutan ekonomi secara langsung dan tidak langsung. Ia melihat, Kaltim memang akan diuntungkan distribusi pekerja.

Khususnya, ketika proses pembangunan IKN. Namun, momen itu hanya berlangsung dalam jangka waktu pendek yakni 2 hingga 3 tahun. Hal ini didorong oleh belum tersedianya infrastruktur dan mobilitas yang memadai di Provinsi Kalimantan Timur.

"Karenanya, keuntungan ekonomi belum akan nampak nyata dalam waktu 10 tahun yang akan datang," kata Rizal saat mengisi diskusi daring Institute for Global and Strategic Studies (IGSS) Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (UII).

Dosen Politik Lingkungan HI UII, Masitoh Nur Rohmah menuturkan, dari perspektif lingkungan pemindahan IKN tidak mampu selesaikan permasalahan generasi saat ini dengan cepat. Prosesnya rentan terhadap pembangunan yang bersifat jangka pendek.

Selain itu, dapat merusak poin-poin yang bisa diproyeksikan untuk jangka panjang seperti lingkungan dan terpecahnya sektor ekonomi-sosial yang seharusnya menjadi kesatuan. Pertanyaannya, apa permasalahan Jakarta atau Kaltim bisa terlesaikan.

Pemindahan ibu kota harus pula mengingat konflik terkait agraria dan pertanahan yang menjadi permasalahan yang tidak terhindarkan saat ini. Kebakaran hutan dan deforestasi masih menjadi dilema yang belum mampu terselesaikan di calon IKN.

Ia menyarankan, pemerintah seharusnya sampai kepada hal-hal mikro dan tidak hanya terfokus kepada hal-hal makro. Masitoh menambahkan, pemindahan IKN belum tentu selesaikan masalah di Jakarta, malah rentan ciptakan masalah baru di tempat lain.

"Ada masyarakat-masyarakat marjinal yang belum terakomodir kebutuhan mereka dalam proses pemindahan IKN," ujar Masitoh. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement