Ahad 28 Nov 2021 11:13 WIB

China tak Berkomitmen pada Rilis Minyak AS

Pasar tertarik untuk melihat langkah OPEC selanjutnya karena pengumuman AS.

Ilustrasi kilang minyak
Foto: AP
Ilustrasi kilang minyak

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China, importir minyak mentah terbesar di dunia, tidak berkomitmen tentang apakah akan melepaskan minyak dari cadangannya seperti yang diminta oleh Washington. Sementara, sumber OPEC mengatakan tindakan AS tidak membuat kelompok produsen mengubah arah.

Pada Selasa (23/11), pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengumumkan rencana untuk merilis 23 juta barel minyak dari cadangan strategis. AS berkoordinasi dengan negara-negara konsumen besar lainnya, termasuk China, India, dan Jepang, untuk mencoba mendinginkan harga.

Baca Juga

Amerika Serikat telah membuat komitmen terbesar untuk pelepasan cadangan sebesar 50 juta barel penjualan yang telah disetujui sebelumnya bersama dengan pinjaman ke pasar. Tetapi tanpa China, tindakan tersebut akan berdampak lebih kecil.

Tidak ada pengumuman lebih lanjut dari Beijing pada Kamis (25/11) setelah China pada Rabu (24/11) mengatakan sedang mengerjakan rilis cadangannya sendiri. Ini mengkonfirmasikan laporan Reuters pekan lalu bahwa China akan melepaskan minyak sesuai dengan kebutuhannya.

Pada Selasa, Biden telah mengatakan kepada sebuah pengarahan bahwa China mungkin berbuat lebih banyak. Rumor tindakan terkoordinasi mendorong harga minyak mentah lebih rendah menjelang pengumuman AS, tetapi pasar internasional naik lebih dari 3,0 persen pada Selasa karena Washington mengkonfirmasi akan memanfaatkan cadangan strategisnya dan pasar tidak memiliki kejelasan tentang niat China.

Pasar juga tertarik untuk melihat langkah OPEC selanjutnya karena pengumuman Washington meningkatkan spekulasi bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC Plus, mungkin akan merespons. Namun, tiga sumber mengatakan kepada Reuters bahwa kelompok tersebut tidak mempertimbangkan untuk menghentikan kesepakatan saat ini untuk meningkatkan produksi sebesar 400.000 barel per hari setiap bulan, tingkat yang dianggap terlalu lambat oleh beberapa negara konsumen.

Permintaan bahan bakar runtuh di awal pandemi tetapi telah bangkit kembali tahun ini, dan harga minyak telah naik, memicu inflasi yang lebih luas. Biden, menghadapi peringkat persetujuan yang rendah menjelang pemilihan kongres tahun depan, frustrasi setelah OPEC Plus mengabaikan permintaannya yang berulang untuk memompa lebih banyak minyak. 

Harga bensin eceran AS naik lebih dari 60 persen pada tahun lalu, tingkat kenaikan tercepat sejak tahun 2000. Pada Kamis, minyak mentah Brent tergelincir 31 sen menjadi 81,94 dolar AS per barel pada pukul 10.00 GMT.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement