Jumat 25 Jun 2021 02:37 WIB

Industri Halal Bisa Jadi Pemantik Ekonomi Nasional

Ini membuktikan Indonesia mendominasi fashion Muslim

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Budi Raharjo
Model memperagakan busana karya Elzatta pada acara The World of Muslimah Enchantment Women Festive di Balai Kartini, Jakarta, Sabtu (7/3). (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Model memperagakan busana karya Elzatta pada acara The World of Muslimah Enchantment Women Festive di Balai Kartini, Jakarta, Sabtu (7/3). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri halal Indonesia diyakini mampu menjadi salah satu pemicu pemulihan ekonomi nasional pada masa pademi Covid-19 yang masih berlum kunjung reda. Modest fashion Indonesia, salah satunya, masih bertengger di nomor tiga setelah UEA dan Turki, namun sektor ini diyakini dapat mendongkrak industri halal Tanah Air. 

Desainer, Founder Fashion Brands & Pembina Industri Kreatif, Amy Atmanto mengatakan, tren global dalam pengeluaran untuk modest fashion dunia tertinggi adalah Turki dengan total belanja 29 miliar dolar AS, disusul UAE dengan pengeluaran 23 miliar dolar AS, dan Indonesia 21 miliar dolar AS. 

Sementara total pengeluaran dunia untuk pakaian Muslim pada 2018 tumbuh 4,8 persen dari 270 miliar dolar AS menjadi 283 miliar dolar AS. Pada 2024 diperkirakan pengeluaran untuk Moslem and clothing apparel akan tumbuh sebesar enam persen mencapai 402 miliar dolar AS.

“Saya menggunakan istilah modest fashion untuk mendorong mindset kita untuk dapat mengeksplorasi wilayah-wilayah kreatif beyond traditional moslem outfit. Dengan istilah ini kita tidak dibatasi oleh konsepsi umum tentang busana Muslim (gamis, abaya, kaftan),” ujar Amy dalam diskusi Mikro Forum Syariah, Kamis (24/6).

Mengutip State of the Global Islamic Economic Report – Driving the Islamic economy revolution 4.0, Amy menuturkan, Indonesia merupakan pasar domestik nomor tiga terbesar dengan 21 triliun dolar AS. Selain itu, gaya desain Indonesia diterima di dunia. Karena itu dia yakin Industri halal termasuk di dalamnya modest fashion, bisa menjadi pemantik ekonomi nasional. 

“Kita mendominasi pencarian googling dengan keyword moslem fashion, hasilnya Indonesia 77 persen, 15 persen Malaysia, dan sisanya Inggris, India dan negara lain. Ini membuktikan Indonesia mendominasi fashion Muslim,” jelasnya.

Meski demikian, Amy tidak memungkiri tantangan yang dihadapi industri modest fashion Indonesia antara lain masih terperangkap pada desain tradisional. Lalu kurangnya inovasi, keterbatasan skill pemasaran dan persaingan usaha, bahan baku yang masih impor, dan kebanyakan usaha fashion masih mengandalkan hobi serta kurangnya modal usaha.

Amy mendesak agar pengusaha dan desainer pelaku industri modest fashion berinovasi beyond traditional line seperti hijab, abaya, dan gamis. Selain itu, pemerintah agar lebih berperan untuk membuat kebijakan iklim kompetisi yang sehat. 

“Kita masih ingat pernyataan Menteri Perdagangan, bagaimana mau bersaing kalau harga hijab impor Rp 1.900 rupiah. Dalam hal ini Pemerintah menyatakan berupaya menertibkan predatory pricing agar produk-produk dalam negeri tidak tergerus oleh produk asing,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement