Ahad 30 Aug 2020 07:54 WIB

Peternak Ayam Minta Pemerintah Stabilkan Harga Jual

Peternak dipaksa melempas hasil ternak seharga Rp 10 ribu per kg.

Rep: M Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Peternak, Marta Ferwad Fijana, memberi makan anak ayam di PT. Tumbuh Optimal Prima, Limpung, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Jumat (3/7/2020). Dinas Pendidikan setempat melalui Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Bina Karya bekerjasama dengan salah satu produsen ayam PT. Tumbuh Optimal Prima melakukan inovasi penjualan dari ayam segar menjadi ayam beku higienis melalui Rumah Pemotongan Ayam (RTA) untuk mengatasi dampak pandemi COVID-19 dan memunculkan lapangan usaha baru.
Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
Peternak, Marta Ferwad Fijana, memberi makan anak ayam di PT. Tumbuh Optimal Prima, Limpung, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Jumat (3/7/2020). Dinas Pendidikan setempat melalui Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Bina Karya bekerjasama dengan salah satu produsen ayam PT. Tumbuh Optimal Prima melakukan inovasi penjualan dari ayam segar menjadi ayam beku higienis melalui Rumah Pemotongan Ayam (RTA) untuk mengatasi dampak pandemi COVID-19 dan memunculkan lapangan usaha baru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi covid-19 memberikan dampak yang cukup besar bagi sektor peternakan, khususnya peternakan ayam hidup (live bird) di wilayah Jawa Barat, Tangerang, dan DKI Jakarta. Ketua Harian Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan), Sigit Prabowo mengatakan turunnya permintaan di pasaran membuat harga ayam hidup anjlok hingga jauh di bawah harga normal. Sigit menyebut para peternak kini terancam tak bisa melanjutkan usaha mereka lantaran harga jual yang jauh di bawah harga pokok produksi peternak. 

"Bayangkan saja, para peternak saat ini dipaksa rela melepas hasil ternak mereka dengan harga Rp 9.500 sampai Rp 10 ribu per kg, padahal menurut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 7 tahun 2020, harga ayam di tingkat peternak seharusnya berada di level Rp 19 ribu sampai Rp 21 ribu per kg," ujar Sigit dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (29/8).

Baca Juga

Sigit menilai perlu ada ketegasan dari pemerintah mengenai tata kelola niaga perunggasan. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan pengawasan sehingga perusahaan integrator menyerap hasil produksinya ke RPHU sendiri dan mengolah hasil produksinya, tidak bersaing di pasar becek dengan pelaku UMKM.

Sigit berharap ada regulasi khusus yang memperjelas kewajiban hilirisasi di mata rantai industri perunggasan yang mana perushaan integrator menyelesaikan integrasinya yaitu wajib menyiapkan RPHU, Blast Freezer, Cold Storage, Industri olahan, sesuai dengan Live Bird yang diproduksi. Hal ini bisa berfungsi sebagai buffer harga maupun buffer stok ato lumbung pangan.

"Tata niaganya harus diatur, peternak mandiri dan peternak kecil masing-masing harus dapat haknya untuk melepas ayam ke pasar tradisional dengan harga layak. Harus ada upaya pemerintah memayungi dan melindungi rakyat kecil," ucap Sigit. 

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN) Kadam Wijayai menyampaikan pemerintah lewat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian memang telah mendorong sejumlah perusahaan integrator meningkatkan serapan demi kembali menstabilkan harga jual ayam hidup di tingkat tengkulak. Namun, kata Kadam, langkah tersebut masih belum cukup mengembalikan harga ayam hidup ke level normal karena pelaksanaan dan pengawasan yang dirasa kurang maksimal. Kadam menyebut harga ayam hidup di tingkat peternak atau kandang sudah dua tahun berada di bawah biaya produksi.

"Biaya produksi Rp 17.500 per kg, sementara harga aktual di kendang sekarang ini di kisaran Rp 10 ribu per kg, berapa kerugian yang harus ditanggung para peternak kecil mandiri sehingga para peternak kecil mandiri sudah banyak yang gulung tikar, bahkan meninggalkan jumlah utang yang banyak baik kepada suplier atau ke bank," ucap Kadam. 

Peternak Ayam dari Jawa Tengah Parjuni meminta pemerintah turun langsung guna industri perunggasan supaya harga ayam di tingkat peternak di atas HPP guna mencegah matinya mata pencaharian para peternak.

"Harga live bird harus di atas HPP sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2018, secepatnya dan seterusnya," ucap Parjuni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement